Batik Lasem Punya Nilai Seni Cukup Tinggi

REMBANG -Jika Anda punya waktu untuk berkunjung ke Rembang, sempatkan mampir di Kota Lasem. Jangan sampai terlewatkan. Pasalnya, Lasem kaya akan peninggalan bersejarah, baik yang berkaitan dengan sejarah Wali Sanga maupun Tionghoa.

Selain itu, Lasem menyimpan ragam jenis kerajinan rakyat, salah satunya kerajinan batik tulis khas pesisiran. Sampai-sampai orang luar negeri, terutama dari Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika terpikat kepada batik lasem.

Sekali melihat batik lasem, pasti hati akan tertarik. Sebab, batik itu dibuat melalui proses yang cukup rumit, tanpa menggunakan mesin atau kecanggihan teknologi. Semuanya dikerjakan dengan tangan, sehingga memiliki nilai seni yang cukup tinggi.

Proses pembuatannya melalui sembilan tahap. Pertama, memotong kain yang disesuaikan dengan ukurannya. Setelah itu, diberi pola (gambar), kemudian nerusi (penyempurnaan gambar), nembok (menutup gambar dengan lilin), mewarnai, nglorot (membersihkan lilin), dan dijemur. Setelah kering, kain batik itu dipres kemudian dikemas dan siap dijual.

Herr Wae Christanty, salah satu perajin batik di Lasem mengatakan, pembuatan sepotong batik membutuhkan waktu yang cukup lama. Batik bermotif biasa paling cepat satu bulan. Namun, kalau ingin membuat batik yang bagus bisa menghabiskan 6-10 bulan.

Karena itulah, Christanty mengatakan, batik lasem cukup mahal. Hasil produksinya yang diberi cap Batik Purnomo, dia jual dengan harga bervariasi. Batik taplak meja dijual Rp 25.000/potong dan batik bahan busana Rp 80.000-Rp 1,5 juta.

Christanty menambahkan, satu potong batik lasem punya banyak warna. Batik yang memiliki lima warna, seperti merah, biru, hijau, kuning, dan coklat disebut batik tiga negeri. Adapun batik empat negeri memiliki warna seperti tiga negeri ditambah ungu.

Ingin tahu kelebihan batik lasem? Para perajin batik lain, seperti Sigit Wicaksono, Candra Cahyono, Lies Cai, Naomi, dan Teguh Santoso mengatakan, batik lasem tidak mudah luntur dan punya nilai seni cukup tinggi. Selain itu, ada satu ciri khas yang tidak dimiliki oleh batik asal daerah lain, yaitu warna merah.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Diperindakop) Drs Trijoko Margono menjelaskan, beberapa waktu lalu pihaknya telah menyelenggarakan seminar batik lasem. Narasumbernya pemerhati batik, perancang busana, dan ahli ekonomi dari Jakarta. Seminar itu bertujuan mengembangkan industri batik lasem. (Djamal A Garhan-90e)

Tidak ada komentar: