Dikembangkan, Batik Khas Cigugur

Sebagai upaya pelestarian nilai-nilai tradisi sekaligus menangkap peluang ekonomi, Yayasan Tri Mulya dari Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan sedang mengembangkan kerajinan batik. Motif batik berasal dari motif ukiran di Dalem Paseban Agung, Cigugur.

Sekitar 40 warga Cigugur turut dalam kegiatan ini. Tidak hanya ibu-ibu dan pemudi, para pemuda tak sungkan ikut serta. Mereka benar-benar belajar dari nol karena sebelumnya belum pernah ada tradisi membatik di Cigugur. Usaha ini dimulai sejak dua bulan lalu dengan pendampingan dari Yayasan Sekapur Sirih, Jakarta.

Pangeran Djatikusumah, sesepuh adat di Cigugur mengatakan, ada sekitar 200 motif khas batik Cigugur. Motif dasar diambil dari motif ukiran di Dalem Paseban Agung Cigugur yang hendak direnovasi. Motif dasar dipadupadankan satu sama lain sehingga tercipta satu bentuk motif yang utuh dan masing-masing diberi nama, antara lain gelang gading, mayang segara, dan sekar galuh.

Pangeran Djati mengatakan, motif batik Cigugur didominasi oleh bentuk-bentuk nabati. Dia mengklaim, motif-motif yang dikembangkan memiliki ciri dan karakter khas yang berbeda dengan daerah lain. Sehingga, nantinya batik Cigugur bisa menjadi salah satu daya tarik wisata di Kuningan.

“Ada yang mengatakan itu bukan batik, sebab diambil dari motif ukiran. Tetapi, menurut saya disebut batik atau ukiran adalah tergantung medianya. Dinamai ukiran karena diterapkan di kayu. Kalau dilukis di kain jadinya batik,” ujar Pangeran Djati, Minggu (27/8). Pekerjaan yang dimulai sekitar dua bulan lalu ini memang masih sangat dini. “Bisa dikatakan ini masih embrio,” ujar Pangeran Djati.

Pilihan menuangkan motif-motif tradisional ke kain dilandasi pada keinginan agar pesan bisa lebih tersebar luas. “Kalau batik kan dipakai ke mana-mana. Berbeda dengan ukiran yang hanya diam di satu tempat jika tidak dipindahkan,” ujar Pangeran Djati. Ia berharap, kelak usaha batik ini tidak tersentralisasi di lingkungan Dalem Paseban Agung saja. Namun, bisa dikerjakan di rumah-rumah seperti halnya di kawasan batik lain.

Pangeran Djati optimistis terhadap peluang pasar. “Kemarin ada rombongan dari Women International Club datang kemari. Responnya bagus,” ujar Pangeran Djati. Agar terjangkau semua lapisan, ia berharap kelak batik Cigugur tidak hanya ditulis tetapi juga dicap. “Dengan metode cap, kuantitas yang didapat lebih banyak dalam waktu lebih singkat,” kata Pangeran Djati. Rencananya, bulan depan hasil karya warga dapat dipamerkan di Jakarta.

Wahono, pendamping dari Yayasan Sekapur Sirih merasa bangga dengan semangat kuat dari warga. “Itu modal yang sangat besar,” kata Wahono. Sebab itu, ia tak merasa repot meski harus bolak-balik Jakarta – Kuningan. Saat ini, proses pewarnaan masih dikerjakan dengan bahan kimia. Namun, Wahono sedang mencari bahan-bahan yang mungkin digunakan sebagai bahan pewarna nabati.

Dedi, pemuda setempat mengatakan tertarik belajar membatik. Saat ditemui, pemuda yang sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan angkutan ini sedang membuat pola

Tidak ada komentar: